Pendidikan dalam masyarakat pada masa penjajahan Belanda dan Jepang apa Kawan

Pertanyaan:

Pendidikan dalam masyarakat pada masa penjajahan Belanda dan Jepang apa Kawan

Jawaban:

Yaitu pendidikan di sekolah Belanda seperti Master Hindia Belanda
contohnya saja sekolah para pejuang kita seperti Ir. Soekarno, Soepomo, dan Mohammad Yamin
mereka mendapat gelar Mr. itu dikarenakan mereka bersekolah di sekolah milik Belanda pada waktu itu
Kemudian belum ada pengajaran bagi anak-anak

Pembahasan:

Pendidikan di Indonesia pada masa kolonial berbeda dengan sekarang. Pendidikan pada zaman penjajahan Belanda juga berbeda dengan zaman penjajahan Jepang.

Pada masa penjajahan Belanda, mahasiswa hanya diperbolehkan dari kalangan bangsawan. Di Jepang kolonial, siswa dapat berasal dari latar belakang apa pun.

Inilah perbedaan antara pendidikan kolonial Belanda dan Jepang di Indonesia.

Pada abad ke-16, Portugis datang ke Indonesia, di mana mereka mendirikan sekolah untuk mengajar membaca, menulis, dan matematika, serta memfasilitasi penyebaran iman Katolik.

Ketika Belanda masuk ke Indonesia, kegiatan sekolah Portugis ini terhenti, digantikan dengan sekolah-sekolah yang dimulai di Negeri Belanda yang masih berlandaskan agama.

Ambon adalah tempat pertama yang dipilih oleh Belanda, dan setiap tahun beberapa orang Ambon dikirim ke Belanda untuk melatih sebagai guru.

Baca Juga: Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan

Ketika Indonesia masuk pada tahun 1627, 16 sekolah memberikan pendidikan kepada 1300 siswa.

Tidak berhenti di Ambon, Belanda menyebarkan pendidikan di pulau Jawa dengan mendirikan sekolah di Jakarta pada tahun 1617.

Pada pergantian abad ke-19, Belanda mendirikan 20 sekolah untuk penduduk Indonesia di setiap ibu kota pemukiman karena dalam penerapan pertanian paksa tahun itu, van den Bosch membutuhkan banyak tenaga profesional.

Namun, saat itu mahasiswa hanya bisa berasal dari kalangan bangsawan.

Seiring berakhirnya era pertanian paksa dan masuknya politik etis, beberapa sekolah Belanda mulai menerima siswa dari berbagai latar belakang, yang kemudian berkembang menjadi nama Sekolah Rakyat.

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, Belanda memperkenalkan sistem pendidikan formal yang lebih terstruktur kepada penduduk Indonesia.

1. ELS (Europeesche Lagere School) – Sekolah dasar untuk orang Eropa.

2. HIS (Hollandish-Inlandish School) – Sekolah dasar untuk pribumi.

3. MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) – Sekolah Menengah Atas.

4. AMS (Algeme (e) ne Middlebare School) – SMA.

5. HBS (Hogere Burger School) – Pra-universitas.

Baca juga: Apa Isi Perjanjian Lingajati antara Indonesia dan Belanda? Kenali latar belakang, pengaruh dan karakternya, yuk!

Tidak sampai disitu, Belanda mendirikan beberapa universitas di pulau Jawa pada abad ke-20.

Tujuannya waktu itu Belanda ingin memperkuat pendidikan di Indonesia.

Banyak universitas telah didirikan-

1. School to Opplieding van Inlandische Arsen (STOVIA) – Sekolah kedokteran di Batavia.

2. Nederland-Indische Artsen School (NIAS) – sekolah kedokteran di Surabaya.

3. Rechts Hoge School – Sekolah hukum di Batavia.

4. De Technische Hoges School (THS) – Sekolah teknik di Bandung.

Ketika Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati Subang, sistem pendidikan Indonesia diambil alih oleh Jepang.

Bedanya, Jepang membuka sekolah ini tidak hanya untuk kaum bangsawan saja, tetapi untuk semua lapisan masyarakat.

Jepang menyediakan sekolah umum (kokumin gakko) untuk pendidikan dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah kejuruan untuk guru.

Bahasa Belanda merupakan bahasa utama pada masa penjajahan Belanda, namun pada masa pendudukan Jepang berubah menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa utama, dengan bahasa Jepang sebagai bahasa kedua.

Selain itu, Jepang telah mengembangkan banyak ideologi intelektual nasional. Dengan memperkenalkan tradisi seperti menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, melakukan senam bersama menggunakan lagu Jepang (taiso), mengibarkan bendera dan memberi hormat kepada kaisar

Di dalam buku Di bawah pendudukan Jepang (1988), Jepang menganggap sekolah sangat penting dalam mendukung program indoktrinasinya. Melalui pendidikannya, Jepang mengubah pola pikir dan pola pikir masyarakat Indonesia dari pola pikir Eropa menjadi Nippon.

Sebelum Jepang masuk ke Indonesia pada akhir tahun 1941, pemerintah militer Jepang menutup semua jenis dan jenjang sekolah di Hindia Belanda. Mereka ingin memperbaiki pendidikan di Indonesia untuk menghindari pengaruh barat.

Guru Belanda pulang. Pelajaran terbengkalai karena siswa harus menghabiskan liburan mereka tanpa batas waktu. Buku teks sekolah di Belanda diambil, dianalisis dan dievaluasi kembali.

Siswa kelas bawah tidak bisa maju karena tidak ada tes kenaikan kelas. Ketika SMA terpaksa merelakan mimpi mendapatkan ijazah, mereka hanya mendapat ijazah darurat karena ujian kelulusan ditunda. Akhirnya, mereka tidak dapat menemukan pekerjaan.
Selama berbulan-bulan sekolah ditangguhkan, para siswa bolos kelas. Ada yang mengisi waktunya dengan berbelanja atau bermain.

Jepang membuka Pada tanggal 7 September 2602 (1942), muncul pengumuman di surat kabar Asia Raya bahwa Jepang akan membuka sekolah sampai suatu hari nanti. Menurut surat kabar, pembukaan sekolah menengah adalah Selasa, 8 September 2602 pukul 09.00.

Pada zaman Nippon, sekolah-sekolah peninggalan Jepang di Belanda diganti namanya menjadi Sekolah Rakyat (SR) yang semula bernama HIS. Sekolah MULO dan HBS tiga tahun telah diubah menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah AMS dan HBS diubah menjadi Sekolah Menengah Atas (SMT).

SMT Jakarta menjadi SMA pertama yang dibuka di seluruh Indonesia. Semua siswa dari berbagai sekolah di seluruh Indonesia dipersilakan untuk mendaftar. Dimulai dengan diadakannya acara pembukaan SMT dan SMP di Jakarta.

Berbeda dengan sekolah kolonial yang dipisahkan berdasarkan asal-usul sosial dan ras orang tua, sistem pendidikan pada masa itu menjadi lebih terbuka. Lebih penting lagi, sekarang tidak ada diskriminasi rasial antara anak-anak Indonesia dan Belanda. Pembukaan sekolah untuk pertama kalinya memungkinkan siswa Indonesia dari semua lapisan masyarakat dan sekolah untuk berkumpul dan belajar.

Setelah membuka SMT di berbagai kota, Jepang membuka sekolah khusus seperti kedokteran, teknik, militer, dan khusus remaja putri (Wakaba). Sekolah swasta diizinkan untuk terus beroperasi. Termasuk sekolah swasta negeri seperti Taman Siswa dan sekolah swasta keagamaan seperti Muhammadiyah.
Implementasi kebijakan baru dalam dunia pendidikan

Jepang menerapkan kebijakan baru dalam dunia pendidikan, seperti tidak menggunakan bahasa Belanda dan beralih ke bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari di sekolah. Ketika belajar bahasa Indonesia, rasa kewargaan siswa mulai muncul.

Sebelumnya, siswa sekolah swasta sudah terbiasa berbahasa Indonesia, sehingga keputusan ini tidak masuk akal. Namun siswa di sekolah lanjutan milik pemerintah kolonial Belanda merasa asing karena selalu berbahasa Belanda dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di sekolah. Ini jelas merupakan pengalaman baru.
Siswa sekolah lanjutan harus menerima pelajaran dalam Bahasa Indonesia. Mereka juga mulai mempelajari Indonesia melalui novel-novel yang diterbitkan di Volkslektur atau Balai Pustaka.

Jepang tidak mengubah mata pelajaran secara drastis di semua tingkatan. Mereka mencakup mata pelajaran umum seperti Matematika, Sejarah, Ekonomi, Geografi, Fisika, Kimia dan Seni. Namun, hindari kelas bahasa Eropa seperti Inggris, Jerman, Prancis, Yunani Kuno, dan Romawi.
Penekanan pada studi fisik dan militer

Menurut Arsip Nasional Indonesia, semua tingkat sekolah harus menambahkan pelajaran bahasa Jepang, olah raga, dan pengabdian masyarakat ke dalam kurikulum mereka.Untuk Jepang, siswa diwajibkan mengikuti upacara bendera setiap hari Senin, senam pagi (Taiso), pawai, dan lari pagi . Selain itu, Jepang mencukur rambut siswa laki-laki dan mewajibkan seragam sekolah.

Tentu saja, penekanan pada studi fisik dan militer menjadi kepentingan Jepang. Mereka berusaha menanamkan disiplin dan mempersiapkan siswa untuk Perang Asia Raya. Pengawas sekolah yang kebanyakan orang Jepang juga sering bersikap kasar.
Instalasi militer adalah studi siswa di sekolah yang sangat memakan waktu.

Jika melihat foto-foto masa pendudukan Jepang, banyak siswa yang antre daripada belajar mata pelajaran lain di kelas. Dalam proses belajar mengajar, siswa belum memiliki buku pelajaran baru, sehingga mereka mencatat tambahan apa yang dikatakan guru.
Guru di sekolah Jepang

Sebagian besar guru berkualitas dari Belanda harus berhenti mengajar dan pergi ke kamp interniran, hanya menyisakan guru dari Indonesia dan Jepang. Karena kekurangan guru di bidang studi yang tepat, pada masa kolonial, mahasiswa tingkat terakhir universitas membantu mengajar ilmu eksakta atau eksakta di sekolah-sekolah.
Kelas bahasa Jepang dan olahraga biasanya diajarkan oleh guru dari Jepang. Mereka tidak bisa berbahasa Indonesia, tetapi siswa tidak fasih berbahasa Jepang. Masalah ini membingungkan siswa dan mereka sering berjuang untuk memahami mata pelajaran.

Kualitas guru Indonesia jauh dari guru Belanda. Namun, Anda dapat menciptakan hubungan yang erat dan kuat dengan siswa di tingkat pribadi. Terciptanya hubungan yang erat ini tidak pernah dirasakan di sekolah-sekolah pada zaman Belanda.
Ketika PBB menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki, pemerintah Jepang lumpuh dan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Jepang menyatakan kekalahan pada Agustus 1945. Setelah itu, sistem pendidikan era Jepang di Indonesia berakhir dan para pelajar kembali menghadapi dunia pendidikan yang baru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *