Suku Korowai, Manusia Pohon dari Papua

Negerisatu.id – Di sebelah selatan Pulau Papua, terdapat kawasan rawa yang menakjubkan yang dikelilingi oleh dua sungai besar dan pegunungan di sebelah utara. Daerah ini adalah rumah bagi suku Korowai.

Perlombaan itu baru terungkap sekitar tahun 1978 oleh misionaris Belanda Johannes Veldhuizen. Jumlah mereka diperkirakan sekitar 3000 orang.

Salah satu ciri khas mereka adalah mereka duduk di pohon yang tinggi, membangun rumah di atas dahan. Beberapa rumah pohon dapat mencapai ketinggian 50 meter.

Orang Korowai tinggal di kawasan hutan sekitar 150 kilometer dari Danau Arafura. Mereka adalah pemburu yang hidup. Sampai sekitar tahun 1975, Korowai jarang berhubungan dengan orang luar. Mereka hanya tahu di antara mereka sendiri.

Sekitar tahun 1980, gereja membangun sebuah sekolah dasar dan klinik rawat jalan. Pada tahun-tahun awal itu, Johannes Veldhuizen dan Henk Venema mengatur berbagai pertemuan dengan keluarga Korowai.

Antara tahun 1978 dan 1990, Korowai telah menaklukkan bagian hilir sungai. Mereka membuka kebun dan berburu. Mereka juga diperkenalkan dengan program perawatan kesehatan yang disponsori negara. Namun, banyak dari mereka yang masih menggunakan obat nyeri konvensional.

Secara tradisional, Makorowai tinggal di daerah terpencil. Mereka membangun rumah tinggi untuk melindungi keluarga tidak hanya dari binatang buas tetapi juga dari roh jahat. Untuk waktu yang lama, Korowaan dianggap sesat. Namun, pada akhir 1990-an, mereka mulai dibaptis.

Suku Korowai – Rumah Pohon

Suku Korowai, Manusia Pohon dari Papua

Dalam membangun rumah, masyarakat Korowai tidak hanya memilih pohon. pohon yang besar dan kokoh saja yang mereka pakai untuk tiang rumah. Untuk tanah, mereka menggunakan cabang pohon.

Sedangkan kulit sagu digunakan sebagai penutup dinding. Saat atapnya menggunakan daun hutan. Menariknya, sebelum membangun rumah, mereka biasanya melakukan ritual malam untuk mengusir roh jahat.

Hutan lebat, mereka memanfaatkannya untuk sendi kehidupan mereka. Sementara itu, babi dan coyote adalah hewan peliharaan Korowai yang dijinakkan. Bagi mereka, babi memiliki makna sosial dan hanya dibunuh selama ritual dan acara khusus. Ketika anjing menggunakannya sebagai hewan berburu.

Meski terbuka dengan budaya asing, suku Korah tetap berpegang teguh pada tradisi nenek moyang mereka. Sampai saat ini, mereka telah merayakan festival sagu yang digunakan dalam pelayanan setiap ada kelahiran, pernikahan dan kematian. Pada saat itu, barang-barang penting seperti sagu, babi, gigi anjing, dan cangkang sering digunakan untuk ritual.

Suku Korowai – Faktor Fisik dan Penduduk

Ciri-ciri fisik dan penampilan mereka mirip dengan suku-suku Papua lainnya. Namun, ini adalah salah satu ras yang paling kurang terwakili. Hingga saat ini, jumlah mereka telah dilaporkan mencapai lebih dari 3.000 orang.

Sebenarnya, mereka tinggal di hutan sekitar 150 kilometer dari Danau Arafuru. Seperti suku-suku lain yang tidak terpengaruh oleh kehidupan modern, masyarakat Korowa menjalani kehidupan dengan berburu. Hampir semua tumbuhan atau hewan di hutan biasanya makan.

Mereka membuat alat berburu sendiri, seperti kapak batu atau tombak untuk memudahkan mereka menangkap ikan di sungai.

Mereka menanam buah dan sayuran. Seperti orang Papua, sagu adalah makanan utama mereka. Trah ini juga membuat anjing liar siap membantu mereka berburu.

Suku Korowai, Manusia Pohon dari Papua

Suku Korowai – Kehidupan Spiritual

Dengan menjaga keseimbangan alam, mereka memiliki pemahaman yang jelas tentang benar dan salah. Mereka juga menjaga hubungan dengan dunia roh. Bagi mereka, alam semesta penuh dengan makhluk roh yang berbahaya.

Roh para leluhur memainkan peran khusus. Beberapa orang yang lebih tua, yang dikatakan berpikiran rohani, dianggap sebagai ahli matematika.

Mereka juga percaya bahwa manusia bisa menjadi binatang. Atau, mereka juga percaya, arwah orang mati akan berkeliaran di sekitar rumah pohon untuk sementara waktu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *